LIPUTAN KHUSUS - Tidak semua orang tahu bahwa teks Sumpah Pemuda yang diikrarkan 93 tahun yang lalu pada Kongres Pemuda kedua, sebetulnya telah dirumuskan oleh utusan kongres pemuda sejak Kongres Pemuda yang pertama tahun 1926.
Namun teks tersebut tidak jadi diikrarkan di akhir kongres pemuda pertama, karena terjadi perdebatan terkait butir ketiga draft tersebut, yang berisi ; Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa Melajoe.
Rumusan ini menjadi perdebatan yang seru di antara para peserta kongres. Kongres terpecah menjadi dua kubu. Kubu pertama dimotori oleh Mohammad Tabrani, aktivis pemuda utusan Jong Java.
Pada Kongres Pemuda pertama tersebut Tabrani menyampaikan kembali gagasan yang pernah ia tulis di Koran Hindia Baru pada bulan Januari tahun 1926.
Pada tulisan tersebut ia menggagas untuk pertama kali Bahasa Indonesia sebagai pergaulan di tengah keberagaman suku orang-orang Hindia yang cenderung menggunakan bahasa daerah mereka masing-masing.
Menurut utusan Jong Java kelahiran Pamekasan Madura itu, memang Bahas Melayu sudah cukup populer digunakan dalam pergaulan antar suku, namun menurutnya, Bahasa Melayu tidak dapat menjadi bahasa persatuan.
Wartawan Hindia Baru ini berpandangan bila Bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan di tengah keragaman bahasa daerah, maka Bahasa Melayu bakal terkesan sebagai bahasa imperialism terhadap bahasa daerah yang lain di Hindia Belanda.
Karena itu, Tabrani tidak menyetujui gagasan yang hendak menjadikan Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, seperti yang tertulis dalam draft Sumpah Pemuda, yang dirumuskan oleh Kongres Pemuda yang pertama.
Kubu kedua dimotori oleh Mohammad Yamin, aktivis Jong Sumatranen Bond ini menyanggah Tabrani terkait gagasannya, menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
“Bahasa Indonesia itu tidak ada. Bahasa yang sudah digunakan dalam pergaulan antar suku itu Bahasa Melayu. Tabrani tukang melamun,” sanggah Mohammad Yamin, seperti tertulis dalam autobiografi Tabrani.
Tabrani menggambarkan dalam autibiografinya bahwa Yamin sempat naik pitam saat usulnya ditolak Tabrani untuk menjadikan Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
“Alasan Yamin itu betul dan kuat. Maklum ia lebih paham bahasa daripada saya. Namun saya tetap pada pendirian. Nama bahasa persatuan bukan Bahasa Melayu, tetapi Bahasa Indonesia,” jelas wartawan Harian Hindia Baru ini.
“Kalau belum ada Bahasa Indonesia, Bahasa Indonesia harus dilahirkan melalui Kongres Pemuda yang pertama ini”, lanjut Tabrani.
Karena Tabrani dan kelompoknya tidak setuju maka diputuskan, Sumpah Pemuda tidak diikrarkan di akhir Kongres Pemuda yang pertama, dan ditunda hingga ada keputusan pada Kongres Pemuda kedua.
Sejarah kemudian mencatat bahwa baik keteguhan Tabrani maupun kebesaran hati Mohammad Yamin, juga visi persatuan mereka, pada Kongres Pemuda kedua terjadi kompromi sehingga poin ketiga dari draft teks Sumpah Pemuda yang dirumuskan pada kongres pertama diubah dan menjadi mufakat bulat Kongres Pemuda kedua.
Bunyi butir ketiga dari teks Sumpah Pemuda pun berubah menjadi : Kami poetra dan poetri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa Indonesia. Dan diikrarkan pada akhir Kongres Pemuda kedua, 28 Oktober 1928.
Dengan demikian tanggal 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai hari lahirnya Bahasa Indonesia. Dan tokoh yang mencetuskan Bahasa Indonesia adalah Mohammad Tabrani Soerjowitjitro, kelahiran Pamekasan Madura, 10 Oktober 1904.
Jadi pencetus Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan adalah pemuda kelahiran Pamekasan. Tanpa keteguhan dan visi Tabrani, Bahasa Indonesia tidak akan menjadi bahasa persatuan.
Kontributor
(Sipri Peren)
Sumber : JTN Media Network
JTN SUPORT BANK BRI An : PT.JATIM INTIPERKASA GLOBAL MEDIA, No. REK : 006501044064531