Adu Mulut baku hantam hampir pecah saat EB dihadang DC, Pakar Hukum Minta Premanisme Ditindak Tegas

Dilihat 0 kali



JAWATIMURNEWS.COM |
Senin (14/4/2025) NGANJUK_JAWA TIMUR,- 

Seorang warga Nganjuk berinisial EB nyaris menjadi korban dugaan aksi premanisme yang dilakukan oleh oknum debt collector di Jalan Bypass Mojokerto, tepatnya di sekitar Pos Polisi Mertex. Insiden tersebut terjadi saat EB dalam perjalanan dari Nganjuk menuju Surabaya untuk mengantar keluarganya, Sabtu (12/4/2025).

Berdasarkan informasi yang dihimpun, kendaraan Toyota Avanza yang dikendarai EB tiba-tiba dipepet dan didahului oleh mobil lain, hingga terjadi benturan antar kendaraan. EB mengaku sempat kehilangan kendali, namun berhasil menguasai kendaraannya meski masih terus dibuntuti oleh tiga mobil yang diduga milik debt collector.

“Setelah terjadi benturan, mereka terus mengejar saya. Karena merasa terancam, saya memutuskan berhenti di Pos Polisi Mertex. Tiga mobil yang membuntuti saya pun ikut berhenti, lalu para penumpangnya langsung mengerumuni mobil saya. Sempat terjadi adu mulut, tapi saya akhirnya mendapat bantuan dari petugas polisi yang berjaga di pos,” jelas EB kepada wartawan.


Petugas di pos polisi kemudian mengarahkan dan mengantar EB ke Polres Mojokerto untuk membuat laporan resmi. Pihak kepolisian menyatakan telah menerima laporan tersebut dan tengah melakukan penyelidikan guna mengidentifikasi para pelaku.


Menanggapi kasus ini, praktisi hukum Anang Hartoyo, S.H. menegaskan bahwa tindakan oknum debt collector tersebut bukan semata-mata urusan perdata, melainkan sudah masuk dalam ranah pidana.


“Tindakan menghadang warga, membawa ke lokasi tertutup, memaksa menandatangani dokumen, dan merampas kendaraan secara sepihak adalah bentuk nyata dari premanisme yang melanggar hukum pidana,” tegas Anang.


Ia menjelaskan bahwa tindakan tersebut dapat dikenakan Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan dan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan. Selain itu, aksi sepihak itu juga melanggar hak konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.


“Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan SEMA Nomor 2 Tahun 2021 secara tegas menyatakan bahwa eksekusi jaminan fidusia tidak bisa dilakukan secara sepihak. Harus melalui proses pengadilan. Tidak ada ruang bagi intimidasi atau kekerasan dalam praktik penagihan utang,” lanjutnya.


Anang Hartoyo juga mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap kasus ini dan menindak perusahaan pembiayaan yang menggunakan jasa penagih ilegal.


“Negara tidak boleh kalah oleh aksi premanisme. Hukum harus hadir untuk melindungi rakyat. Ini momentum untuk menertibkan praktik penagihan yang melanggar hukum dan meresahkan masyarakat ujar nya.


(Bon)

Pewarta: Boniman
Penulis: Boniman
Reporter: Biro NGANJUK
Editor: Zahrudin-Haris
|JTN RILIS UP BIRO NGANJUK|

Comments

Not using Html Comment Box  yet?

No one has commented yet. Be the first!

rss

@Redaksi Jawatimurnews

Sumber : JTN Media Network

 THE GREEN NEWS JTN
Previous Post Next Post

Contact Form

Srikandi PLN Indonesia Power UBP Jatigede, “Menerangi” Kelistrikan di Indonesia dengan Kontribusi Nyata | Dinamika dan Potensi brand Lokal dalam Mengimplementasi Prinsip ESG | Kenapa Beauty World Pilihan Tepat untuk Belanja Produk Kecantikan? | Peran Penting Penyedia Solusi Audio-Visual untuk Kesuksesan Korporat | Warga terdampak proyek Tol Kerked Terkatung Katung Proses Ganti Ruginya . | Wujudkan Dekarbonisasi, Pelindo Solusi Logistik Tanam Mangrove dan Penghijauan | Tokocrypto Perkuat Layanan VIP & Institusional di Tengah Pertumbuhan Investor | IMI Luncurkan ‘IStRI’. Teknologi Nanobubble Harapan Baru Rehabilitasi Stroke | Organisasi Itu Apa Sih ? | Polisi Bubarkan Balap Liar yang Ganggu Kenyamanan Warga, 29 Motor Diamankan | mas tamvan